Cyberlaw di Indonesia (Sejarah, Bidang yang terkait, Contoh Kasus serta tindak lanjutnya)
By Nand Syaputra - Oktober 16, 2017
Sejarah Cyberlaw
Cyber law erat lekatnya dengan dunia kejahatan. Hal
ini juga didukung oleh globalisasi. Zaman terus berubah-ubah dan manusia
mengikuti perubahan zaman itu. Perubahan itu diikuti oleh dampak positif dan
dampak negatif. Ada dua unsur terpenting dalam globalisasi. Pertama, dengan
globalisasi manusia dipengaruhi dan kedua, dengan globalisasi manusia
mempengaruhi (jadi dipengaruhi atau mempengaruhi) .
Bentuk Kejahatan Komputer dan Siber Penipuan Komputer
(computer fraudulent) Pencurian uang atau harta benda dengan menggunakan sarana
komputer/ siber dengan melawan hukum. Bentuk kejahatan ini dapat dilakukan
dengan mudah dalam hitungan detik tanpa diketahui siapapun juga.
Bainbdridge (1993) dalam bukunya Komputer dan Hukum
membagi beberapa macam bentuk penipuan data dan penipuan program:
1.
Memasukkan instruksi yang tidak sah, seperti contoh seorang memasukkan
instruksi secara tidak sah sehingga menyebabkan sistem komputer melakukan
transfer uang dari satu rekening ke rekening lain, tindakan ini dapat dilakukan
oleh orang dalam atau dari luar bank yang berhasil memperoleh akses kepada
sistem komputer tanpa izin.
2. Perubahan
data input, yaitu data yang secara sah dimasukkan ke dalam komputer dengan
sengaja diubah. Cara ini adalah suatu hal yang paling lazim digunakan karena
mudah dilakukan dan sulit dilacak kecuali dengan pemeriksaan berkala.
3. Perusakan
data, hal ini terjadi terutama pada data output, misalanya laporan dalam bentuk
hasil cetak komputer dirobek, tidak dicetak atau hasilnya diubah.
4. Komputer
sebagai pembantu kejahatan, misalnya seseorang dengan menggunakan komputer
menelusuri rekening seseorang yang tidak aktif, kemudian melakukan penarikan
dana dari rekening tersebut.
5. Akses
tidak sah terhadap sistem komputer atau yang dikenal dengan hacking. Tindakan
hacking ini berkaitan dengan ketentuan rahasia bank, karena seseorang memiliki
akses yang tidak sah terhadap sistem komputer bank, sudah tentu mengetahui
catatan tentang keadaan keuangan nasabah dan hal-hal lain yang haru
dirahasiakan menurut kelaziman dunia perbankan.
·
Penggelapan,
pemalsuan pemberian informasi melalui komputer yang merugikan pihak lain dan
menguntungkan diri sendiri.
·
Hacking,
adalah melakukan akses terhadap sistem komputer tanpa izin atau dengan malwan
hukum sehingga dapat menebus sistem pengamanan komputer yang dapat mengancam
berbagai kepentingan.
·
Perbuatan
pidana perusakan sistem komputer (baik merusak data atau menghapus kode-kode
yang menimbulka kerusakan dan kerugian). Perbuatan pidana ini juga dapat berupa
penambahan atau perubahan program, informasi, dan media.
·
Pembajakan
yang berkaitan dengan hak milik intelektual, hak cipta, dan hak paten.
Cyberlaw dibidang Teknologi
Informasi
Pesatnya perkembangan di
bidang teknologi informasi saat ini merupakan dampak dari semakin kompleksnya
kebutuhan manusia akan informasi . Dekatnya hubungan antara informasi dan
teknologi jaringan komunikasi telah menghasilkan dunia maya yang amat luas yang
biasa disebut dengan teknologi cyberspace. Teknologi ini berisikan kumpulan
informasi yang dapat diakses oleh semua orang dalam bentuk jaringan-jaringan
komputer yang disebut jaringan internet. Meskipun infrastruktur di bidang
teknologi informasi di Indonesia tidak sebanyak negara-negara lain, namun bukan
berarti Indonesia lepas dari ketergantungan terhadap teknologi informasi.
Menurut pengamatan penulis setidaknya ada beberapa aspek kehidupan masyarakat
di Indonesia yang saat ini dipengaruhi oleh peran teknologi informasi seperti;
pelayanan informasi, transaksi perdagangan dan bisnis, serta pelayanan jasa
oleh pemerintah dan swasta.
Perkembangan teknologi
informasi termasuk internet di dalamnya juga memberikan tantangan tersendiri
bagi perkembangan hukum di Indonesia. Hukum di Indonesia di tuntut untuk dapat
menyesuaikan dengan perubahan sosial yang terjadi. Soerjono Soekanto
mengemukakan bahwa perubahan-perubahan sosial dan perubahan hukum atau
sebaliknya tidak selalu berlangsung bersama-sama. Artinya pada keadaan tertentu
perkembangan hukum mungkin tertinggal oleh perkembangan unsur-unsur lainnya
dari masyarakat serta kebudayaannya atau mungkin hal yang sebaliknya.
Cyberlaw mungkin dapat
diklasifikasikan sebagai rejim hukum tersendiri, karena memiliki multi aspek;
seperti aspek pidana, perdata, internasional, administrasi, dan aspek Hak
Kekayaan Intelektual Ruang lingkup yang cukup luas ini membuat cyber law
bersifat kompleks, khususnya dengan berkembangnya teknologi. Dengan kemajuan
teknologi masyarakat dapat memberi kemudahan untuk berkomunikasi dan
berinteraksi dengan dunia. Seiring dengan kemajuan inipun menimbulkan berbagai
permasalahan, lahirnya kejahatan-kejahatan tipe baru, khususnya yang
mengugunakan media internet, yang dikenal dengan nama cyber crime, sperti
contoh di atas. Cyber crime ini telah masuk dalam daftar jenis kejahatan yang
sifatnya internasional berdasarkan United Nation Convention Againts
Transnational.
Contoh Kasus
Cyber Crime di Indonesia “Illegal Content” :
-Pornografi
-Penyebaran Berita yang tidak Benar (HOAX)
-Pelaku , Peristiwa dan Sangsi Hukum dalam Kasus
Ilegal Conten
-Hukum Cyber Law dalam Kejahatan Cyber Crime Ilegal
Content
Dalam melakukan kegiatan cyber crime illegal content,
tentu saja memiliki paying hukum, terutama di negara Indonesia. Undang-Undang
Nomor 11 tahun 2008 tentang Internet dan Transaksi Elektronik, walaupun belum
secara keseluruhan mencakup atau memayungi segala perbuatan atau kegiatan di
dunia maya, namun telah cukup untuk dapat menjadi acuan atau patokan dalam
melakukan kegiatan cyber crime tersebut.
Beberapa
pasal dalam Undang-Undang Internet dan Transaksi Elektronik yang berperan dalam
E-Commerce adalah sebagai berikut :
1.
Pasal 2
Undang-Undang
ini berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana
diatur dalam Undang-Undang ini, baik yang berada di dalam wilayah hukum
Indonesia, maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum
di wilayah hukum Indonesia dan atau di luar wilayah hukum Indonesia dan
merugikan kepentingan Indonesia.
2.
Pasal 9
Pelaku usaha
yang menawarkan produk melalui sistem elektronik harus menyediakan informasi
yang lengkap dan benar berkaitan dengan syarat kontrak, produsen dan produk
yang ditawarkan.
3.
Pasal 10
1)
Setiap pelaku usaha yang menyelenggarakan transaksi elektronik dapat
disertifikasi oleh Lembaga Sertifikasi Keandalan.
2)
Ketentuan mengenai pembentukan Lembaga Sertifikasi Keandalan sebagaiman
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
1.
Pasal 18
1)
Transaksi elektronik yang dituangkan ke dalam kontrak elektronik mengikat para
pihak.
2)
Para pihak memiliki kewenangan untuk memilih hukum yang berlaku bagi transaksi
elektronik internasional yang dibuatnya.
3)
Jika para pihak tidak melakukan pilihan hukum dalam transaksi elektronik
internasional, hukum yang berlaku didasarkan pada asas Hukum Perdata
Internasional.
4)
Para pihak memiliki kewenangan untuk menetapkan forum pengadilan, atau lembaga
penyelesaian sengketa alternatif lainnya yang berwenang menangani sengketa yang
mungkin timbul dari transaksi elektronik internasional yang dibuatnya.
5)
Jika para pihak tidak melakukan pilihan forum sebagaimana dimaksud pada ayat
(4), penetapan kewenangan pengadilan, arbitrase, atau lembaga penyelesaian
sengketa alternatif lainnya yang berwenang menangani sengketa yang mungkin
timbul dari transaksi tersebut, didasarkan pada asas Hukum Perdata
Internasional.
2.
Pasal 20
1)
Kecuali ditentukan lain oleh para pihak, transaksi elektronik terjadi pada saat
penawaran transaksi yang dikirim pengirim telah diterima dan disetujui
penerima.
2)
Persetujuan atas penawaran transaksi elektronik sebaimana dimaksud pada ayat
(1) harus dilakukan dengan pernyataan penerimaan secara elektronik.
3.
Pasal 21
1)
Pengirim atau penerima dapat melakukan transaksi elektronik sendiri, melalui
pihak yang dikuasakan olehnya, atau melalui agen elektronik.
2)
Persetujuan atas penawaran transaksi elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diatur sebagai berikut :
a)
Jika dilakukan sendiri, segala akibat hukum dalam pelaksanaan transaksi
elektronik menjadi tanggung jawab para pihak yang bertransaksi.
b)
Jika dilakukan melalui pemberian kuasa, segala akibat hukum dalam pelaksanaan
transaksi elektronik menjadi tanggung jawab pemberi kuasa.
1)
Jika kerugian transaksi elektronik disebabkan gagal beroperasinya agen
elektronik akibat tindakan pihak ketiga secara langsung terhadap sistem
elektronik, segala akibat hukum menjadi tanggung jawab penyelenggara agen
elektronik.
2)
Jika kerugian transaksi elektronik disebabkan gagal beroperasinya agen
elektronik akibat kelalaian pihak pengguna jasa layanan, segala akibat hukum
menjadi tanggung jawab pengguna jasa layanan.
3)
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku dalam hal dapat
dibuktikan terjadinya keadaan memaksa, kesalahan, dan atau/kelalaian pihak
pengguna sistem elektronik.
4.
Pasal 22
1)
Penyelenggara agen elektronik tertentu harus menyediakan fitur pada agen
elektronik yang dioperasikannya yang memungkinkan penggunanya melakukan
perubahan informasi yang masih dalam proses transaksi.
2)
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggara agen elektronik tertentu
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
5.
Pasal 30
1)
Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses komputer
dan / atau sistem elektronik milik orang lain dengan cara apapun.
2)
Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses komputer
dan / atau sistem elektronik dengan cara apapun dengan tujuan untuk memperoleh
informasi elektronik dan / atau dokumen elektronik.
3)
Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses komputer
dan / atau sistem elektronik dengan cara apapun dengan melanggar, menerobos,
melampaui, atau menjebol sistem pengamanan.
6.
Pasal 46
1)
Setiap orang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan / atau denda
paling banyak Rp. 600.000.000 (Enam Ratus Juta Rupiah).
2)
Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan / atau denda
paling banyak Rp. 700.000.000 (Tujuh Ratus Juta Rupiah).
3)
Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (3)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan / atau denda
paling banyak Rp. 800.000.000 (Delapan Ratus Juta Rupiah).
Sedangkan
pasal-pasal di dalam KUHP menyangkut kejahatan dunia maya adalah sebagai
berikut:
- Pasal 282 dan 311 KUHP dapat dikenakan untuk kasus penyebaran foto atau film pribadi seseorang yang vulgar di internet, misalnya kasus-kasus video porno para mahasiswa.
- Pasal 282 KUHP dapat dikenakan untuk penyebaran pornografi maupun website porno yang banyak beredar dan mudah diakses di internet. Walaupun berbahasa Indonesia, sangat sulit sekali untuk menindak pelakunya karena mereka melakukan pendaftaran domain tersebut di luar negeri di mana pornografi yang menampilkan orang dewasa bukan merupakan hal yang illegal.
- Pasal 335 KUHP dapat dikenakan untuk kasus pengancaman dan pemerasan yang dilakukan melalui e-mail yang dikirimkan oleh pelaku untuk memaksa korban melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang diinginkan oleh pelaku dan jika tidak dilaksanakan akan membawa dampak yang membahayakan. Hal ini biasanya dilakukan karena pelaku biasanya mengetahui rahasia korban.
- Pasal 311 KUHP dapat dikenakan untuk kasus pencemaran nama baik dengan menggunakan media internet. Modusnya adalah pelaku menyebarkan e-mail kepada teman-teman korban tentang suatu cerita yang tidak benar atau mengirimkan e-mail ke suatu mailing list sehingga banyak orang mengetahui cerita tersebut.
- Pasal 303 KUHP dapat dikenakan untuk menjerat permainan judi yang dilakukan secara online di Internet dengan penyelenggara Indonesia.
Sumber :
http://teko-three.blogspot.com/2012/11/latar-belakang-cyber-law.html
https://ndutkugaadaygpunya.wordpress.com/2013/11/08/keamanan-ketat-untuk-seorang-cyber-crime/
0 komentar