Nasionalisme adalah satu paham yang menciptakan dan mempertahankan kedaulatan
sebuah Negara dengan mewujudkan satu konsep identitas bersama untuk sekelompok
manusia. Bangsa Indonesia memiliki beraneka ragam perbedaan suku bangsa, agama,
adat istiadat dan bahasa antar tiap daerah. Perbedaan tersebut bukan sebagai
pemisah, melainkan harus dipandang sebagai kekayaan yang dimiliki oleh bangsa
Indonesia. Keanekaragaman yang ada tertampung dalam wadah Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI).
Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan Negara
kebangsaan yang bertekad membangun masa depan bersama untuk mewujudkan
cita-cita menuju masyarakat yang demokratis, adil, dan makmur.
Hasil perjuangan bangsa kita di
masa revolusi adalah tercapainya kemerdekaan, yang berarti tercapainya cit-cita
bangsa kita untuk memiliki kedaulatan. Proklamasi 17 Agustus 1945 telah
melahirkan Negara yang merdeka, dan telah melepaskan bangsa kita dari belenggu
penjajahan. Kemerdekaan itu tercapai berkat perjuangan pahlawan-pahlawan yang
mempunyai rasa nasionalisme yang tinggi. Sedangkan hari Sumpah Pemuda yang
diperingati setiap tanggal 28 Oktober merupakan salah satu wujud nasionalisme
dari kalangan pemuda. Yang mempunyai arti tekad persatuan dan kesatuan yang dipelopori
oleh para pemuda sebelum kita merdeka. Sumpah Pemuda memberikan ruang bagi
pemuda untuk mengikrarkan kesamaan tanah air, bangsa, dan bahasa. Hal ini
mengingatkan jati diri pemuda sebagai bagian dari bangsa Indonesia yang harus
senantiasa menjaga dan mempertahankan ibu pertiwi dari segala macam tantangan,
ancaman, maupun krisis.
Bagi para pemuda, nasionalisme hanyalah
usaha membela bangsa guna mengusir penjajah. Seolah-olah bagi pemuda masa kini
nasionalisme bukan sesuatu yang penting lagi, mereka beranggapan bahwa mereka
perlu memiliki rasa nasionalisme hanya disaat merekan hormat pada Bendera Merah
Putih disaat upacara bendera hari senin di sekolahnya. Semangat untuk
berkorban, berbakti, dan berjuang demi bangsa dan Negara cenderung hilang apalagi
di era modern ini, perjuangan akan lebih berat. Sebab musuh tidak sekedar
berasal dari luar, bahkan sosok pada diri kita sendiri. Musuh tersebut bisa
berbentuk kebodohan, kemiskinan, kemalasan, dan ketidakrelaan untuk berkorban
terhadap bangsanya sendiri.
Hal ini terlihat jelas bahwa memang
nasionalisme golongan muda sekarang sedang diuji. Budaya barat dengan mudahnya
masuk dan mempengaruhi kepribadian bangsa. Apabila hal ini tidak segera
ditangani dengan serius maka kita tidak tahu bagaimana nasib bangsa Indonesia
beberapa tahun mendatang ketika pemerintahan mulai dipegang oleh para pemuda
yang memiliki gaya hidup yang tidak sesuai dengan bangsa yang ia pimpin.
Yang terjadi saat ini, nasionalisme
masyarakat Indonesia mulai terkikis akibat pengaruh globalisasi yang semakin
deras. Pengaruh tersebut sudah dirasa dalam berbagai aspek kehidupan ekonomi,
pendidikan, sosial, dan budaya. Utamanya globalisasi sangat mengancam kaum muda
karena kondisi psikis kaum muda terbilang masih labil sehingga mudah
terpengaruh dari luar. Mereka kurang sadar akan ancaman tersebut dan kurang
menganggap penting nasionalisme.
Banyak para pemuda Indonesia yang merasa
pemerintahan Indonesia sering menggunakan kekuasaannya hanya untuk
kepentingannya sendiri, bukan untuk mensejahterakan rakyatnya. Banyak pemuda
yang merasa kecewa akan hal itu dan akhirnya merasa antipati terhadap keadaan
bangsanya. Mereka cenderung berfikir meskipun ia telah berupaya dan melakukan
banyak hal mengenai kelangsungan pemerintahan Indonesia, namun kadang
aspirasinya kurang ditanggapi pemerintah. Dan kebijakan yang tersusun hanya
berdasarkan dari hasil pemikiran pemerintah saja.
Banyak kita saksikan tawuran
pelajar, pertikaian antar warga, premanisme, ormas agama yang brutal, saling
serang antar sesama, para pelajar yang hoby nongkromg, dugem, mabuk di jalanan,
dan parahnya tidak lagi menghormati orang tua. Astagfirullah... Sungguh pemandangan
yang ironis. Menjelang hari peringatan Sumpah Pemuda yang seharusnya
diperingati secara hikmat oleh kalangan pemuda justru diisi dengan hal-hal yang
tidak layak dan patut dilakukan. Entah apa yang ada dibenak mereka, sehingga
mereka melakukan perbuatan yang tidak layak tersebut. Mereka yang seharusnya
mempererat tali persatuan dan kesatuan, tapi mereka justru melakukan hal yang
sebaliknya. Aksi kekerasan dan tawuran yang dipertotonkan oleh kalangan
anak muda (mahasiswa dan pelajar), menjadi bukti bahwa diantara sesama anak
bangsa tidak lagi memiliki jiwa persatuan.
Nasionalisme akan tumbuh jika ditopang oleh harapan,
tujuan, dan keyakinan serta cita-cita hidup yang diperjuangkan bersama. Semua
merasa sepakat untuk menjadikan "Tiga poin" yang
diproklamasikan pada tanggal 28 Oktober 1928, yakni "satu bangsa,
satu tanah air, dan satu bahasa" , sebagai perekat dan pemersatu
perjuangannya. Identitas tidak lagi tampak dan dijadikan pedoman penghayatan
persatuan, namun semua identitas masing-masing dijadikan satu identitas bersama
untuk sekelompok manusia.
Tawuran dan kekerasan
janganlah dijadikan sebagai budaya, karena bangsa Indonesia tidak pernah
mengenal budaya seperti itu. Bangsa Indonesia hanya mengenal budaya
gotong-royong, kebersamaan, dan menghormati sesama. Kita berharap ikrar para
pemuda Indonesia dahulu tidak terbuang sia-sia. Ini semua dapat dijadikan
pegangan untuk mengantisipasi lunturnya nilai-nilai persatuan dan kesatuan
antar sesam anak bangsa serta betapa pentingnya membangun rasa nasionalisme di
jiwa para pemuda Indonesia sekarang ini.
sumber : http://yeninurazizah.blogspot.com/2013/11/lunturnya-rasa-nasionalisme-di-kalangan.html